![]() |
Joni Faldi S.Ag |
KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN
Oleh : Joni Faldi S.Ag
Alhamdulilah was Sholaatu was salaamu ‘ala Rasulillah.
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang tidak terhingga. Kalau kita mau hitung nikmat-nikmat Allah, maka kita tidak akan bisa dan tidak akan mampu menghitungnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌﱠ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menghitungnya.Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim/14: 34]
Kalau kita bandingkan antara nikmat-nikmat Allah yang kita peroleh dengan musibah, pasti yang banyak adalah nikmat.Adapun musibah hanya sebentar tidak lama.
Di antara nikmat Allah, kita sekarang berada di bulan Sya’ban.Apa saja sunnah-sunnah yang harus kita lakukan di bulan sya’ban ini dan apa saja yang tidak boleh kita lakukan.
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sering Berpuasa di Bulan Sya’ban
Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma,ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak pernah berbuka; dan pernah beliau senantiasa berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aisyah Radhiyallahu anhuma melanjutkan,
…وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِـيْ شَعْبَانَ.
“Aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan, kecuali Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan-bulan yang lain melainkan pada bulan Sya’ban.”[2]
عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَصُوْمُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، وَكَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُوْلُ: خُذُوْا مِنَ الْعَمَلِ مَاتُطِيْقُوْنَ، فَإِنَّ اللهَ لَايَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا، وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
Dari Abu Salamah, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah menceritakan kepadanya, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sepenuhnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Lakukanlah amalan (sunnah) semampu kamu. Sesungguhnya Allah tidak akan merasa bosan (terhadap amal yang terus-menerus kalian lakukan), hingga kalianlah yang merasa bosan.’Shalat yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat yang dikerjakan secara terus-menerus (konsisten), walaupun hanya sedikit.Apabila beliau mengerjakan suatu shalat, beliau mengerjakannya secara terus-menerus (konsisten).”[3]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُوْل: كَانَ أَحَبُّ الشُّهُوْرِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَنْ يَصُوْمَهُ شَعْبَانَ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانِ .
Dari Abdullah bin Abi Qays, bahwasanya dia mendengar ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: “Bulan yang paling disukai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa adalah bulan Sya’ban. Karena itulah, beliau menyambungkan puasa pada bulan itu dengan puasa bulan Ramadhan.”[4]
2. Bulan Sya’ban adalah Bulan Diangkatnya Amal-amal Manusia kepada Allah Ta’ala
Hal ini berdasarkan hadits dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu, ia mengatakan, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa di suatu bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
ذٰلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِـيْ وَأَنَا صَائِمٌ.
“Bulan itu, banyak manusia yang lalai, yaitu (bulan) antara Rajab dan Ramadhan, bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.”[5]
3. Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban sangat membantu badan dan hati untuk lebih siap menyambut bulan Ramadhan dalam menjalani ketaatan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.[6]
Larangan berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُوْمُوْا.
“Jika memasuki pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”[7]
Larangan dalam hadits ini berkaitan dengan orang yang baru mulai puasa dari pertengahan sya’ban atau bagi orang yang kalau dia puasa dia akan lemah. Adapun orang yang sudah biasa melakukan puasa sunnah dan dia kuat ketika melaksanakan puasa sunnah tersebut, maka dianjurkan bagi dia puasa dari awal sya’ban[8] sampai dua hari menjelang Ramadhan. Karena mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, tidak boleh dengan dasar hadits yang shahih, kecuali bagi orang yang sudah terbiasa berpuasa.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمًا فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ.
“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan melakukan puasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa (dan waktu kebiasaan puasanya itu jatuh) pada hari itu, maka silahkan dia berpuasa pada hari itu.”[9]
MALAM NISHFU SYA’BAN
Adanya keutamaan di malam Nishfu Sya’ban. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِـجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.
“Allah Tabaraka wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”[10]
Dari Abu Tsa’labah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ اطَّلَعَ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ.
“Apabila sampai malam Nishfu Sya’ban, maka Allah melihat kepada para hamba-Nya di lalu mengampuni orang-orang yang beriman.”[11]
Dan dalam riwayat dari Abu Musa disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيَطَّلِعُ فِـيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِـجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala melihat (kepada makhluk-Nya)di malam Nishfu Sya’ban, dan memberi ampunan bagi orang-orang yang beriman kecuali orang yang musyrik dan orang yang mendengki.”[12]
Maka ini adalah kesempatan bagi setiap Muslim untuk meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengharap masuk Surga, yaitu dengan menghilangkan kedengkian antara dirinya dengan orang lain, baik dekat maupun jauh, seperti apabila terjadi dalam keluarganya… Juga berdo’a dan bertaubat dari maksiat dan dosa durhaka kepada kedua orang tua, melalaikan shalat, berlaku zhalim kepada orang, dosa riba, ghibah, namimah (mengadu domba), mendengarkan musik dan lagu, dan dosa kemaksiatan lainnya.