Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada ibu saya yang
telah berjuang melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang serta
menuntun saya sehingga menjadi orang baik, dan saya juga minta maaf kepada
saudara-saudara saya apabila sikap saya tidak berkenan, sehingga hubungan
keluarga kita menjadi kurang harmonis hingga saat ini.
Sesungguhnya dari lubuk
hati yang paling dalam saya ingin tali persaudaraan ini dapat kita pererat
dengan menjalin tali silatuhrahim. Betapa banyak
keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk
memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah
satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman,
“خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ”.
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta
jangan pedulikan orang-orang jahil”. QS. Al-A’raf: 199.
"Ya Allah janganlah engkau
hukum kami jika kami bersalah, Ya Allah kami janganlah engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang
orang sebelum kami, Ya Allah kami janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang
kami tidak sanggup untuk memikulnya, berikanlah maaf kepada kami, ampunilah
kami, dan rahmatilah kami, engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir" (Al-Qur`an :al-baqoroh: 286)
Ya Allah ampunkan dosa atas sikapku
terhadap orang tuaku dan saudaraku, sesungguhnya saya hanya ingin menjaga tali
silahturahim dan menjaga hubungan baik dengan saudara yang berstatus mahram (rahim
mahram)
HUKUM DAN BAHAYA MEMUTUSKAN SILATURAHMI SERTA SIKAP YANG BENAR TERHADAP
ORANG YANG MEMUTUSKANNYA
Bismillah. Hukum memutuskan hubungan silaturahmi adalah HARAM dan termasuk
DOSA BESAR. Karena pelakunya terancam dengan hukuman yang Allah segerakan di
dunia, disamping ia juga terancam masuk ke dalam api Neraka di akhirat kelak.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ ) يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ
Dari Jubair bin Muth'im Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang
pemutus, yaitu pemutus tali silaturahmi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan diriwayatkan dari Abu Bakroh radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا - مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ - مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Artinya: "Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan
balasannya bagi para pelakunya di dunia ini disamping dosa yang disimpan
untuknya di akhirat dari pada perbuatan Zholim (melampaui batas) dan memutuskan
tali silaturahmi (dengan orang tua, saudara dan kerabat)." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi,
dan Ibnu Majah).
Untuk itu saya mohon kepada saudara-saudara saya agar kita dapat menjaga
sikap dan janganlah menjadikan suasana yang bisa memutuskan hubungan
silaturahmi antara orang tua dengan anaknya, marilah kita menyambungnya kembali silatuhrahim
dengan berbuat baik kepadanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Karena
yg demikian ini merupakan amal sholeh yg pahalanya besar dan sebagai tanda
kesempurnaan iman.
Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadits shohih berikut ini :
Dari Abdullah bin ’Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Dari Abdullah bin ’Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya: ”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang
membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang
menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung
silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Al-Bukhari)
Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah
bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Apabila saya
melakukan kesalahan dengan perkataan dan sikap saya terhadap musyawarah pembagian
warisan dari bapak (14/10/2015), maka saya betul-betul minta maaf dengan
setulus-tulusnya, sebenarnya niat hati ingin kami bersaudara hidup rukun dan
damai tanpa ada prasangka buruk, baru kita membicarakan hal-hal penting lainnya
seperti pembagian warisan dari bapak.
Saya tahu bahwa dibolehkan bagi seorang muslim yang
sedang marah dengan saudaranya dengan batas waktu tidak lebih dari tiga hari,
dan yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan
salam. Akan tetapi saya sudah mencoba menghubungi tapi tidak ada jawaban. Saya ingin
minta maaf atas sikap saya yang mungkin terlalu kasar cara penyampaiannya, dan
saya ingin kita semua dapat menjali silahturahim sesama orang tua dengan anak
dan saya dengan saudara saya. Mudah-mudahan keinginan saya dikabulkan oleh
Allah SWT ....... Amin Amin Amin Ya Robil Alamin.
“Tidak bertegur sapa atau
memutuskan hubungan dengan sesama muslim tidak dibolehkan; karena Nabi
Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
لا يحل لرجل أن يهجر أخاه المسلم فوق ثلاث ، يلتقيان فيعرض هذا ويعرض هذا وخيرهما الذي يبدأ بالسلام (رواه البخاري، رقم 5727
ومسلم، رقم 2560 )
“Tidak halal bagi seseorang
apabila ia memutuskan hubungan dengan saudaranya sesama muslim melebihi tiga
hari, keduanya saling bertemu namun saling mengacuhkan satu sama lain dan yang
terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan Salam.”
(Hadits Riwayat AI Bukhari, no. 5727 dan Muslim, no. 2560)
Terlebih lagi saudara yang sedang diputuskan ini adalah seorang mukmin yang sangat dekat dengan anda, bisa jadi dia adalah saudara, keponakan, paman, saudara sepupu maka sesungguhnya memutuskan hubungan dengan mereka dalam hal ini sangat besar dosanya. Kecuali jika mereka ini dalam kondisi bermaksiat kepada Allah maka memutuskan mereka dikategorikan sebagai kemaslahatan sekiranya bertujuan agar dia menghentikan kemaksiatannya, dalam hal ini tidak bertegur sapa dibolehkan karena masuk dalam kategori menghilangkan kemungkaran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ
أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot
(tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.”(HR.
Bukhari 6237 dan Muslim 2560).
Islam tidak melarang umatnya untuk membenci muslim
yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah didzalimi orang
lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta memaafkannya.
Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi
gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.
Ada 3
ancaman bagi orang yang memboikot sesama muslim tanpa aturan yang benar,
Pertama,
Sebab Tertahannya Amal
Memboikot
sesama muslim tanpa alasan yang benar, menjadi sebab Allah tidak memperkenankan
amalan seseorang.
Dalam
hadis tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenceritakan,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ
لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ
شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا
هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
Pintu-pintu
surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni seluruh hamba yang tidak
berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang
sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini,
sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai…
tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… (HR. Imam Malik dalam
Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).
Kedua,
ancaman neraka jika belum damai sampai mati
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍ
فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
“Tidak
halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari 3 hari. Siapa
yang memboikot saudaranya lebih dari 3 hari, kemudian dia meninggal maka dia
masuk neraka.” (HR. Abu
Daud 4914, dan dishahihkan Al-Albani).
Ketiga, boikot setahun sama dengan membunuhnya
Orang yang memboikot saudaranya tanpa alasan yang
benar selama setahun, dosanya seperti menumpahkan darahnya. Dari Abu Khirasy
As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ
سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ
“Siapa yang memboikot saudaranya setahun, dia seperti
menumpahkan darahnya.” (HR. Ahmad 17935, Abu Daud 4915, dan
dishahihkan oleh Syuaib Al-Arnauth).
Adapun orang yang memutus tali
persaudaraan adalah orang-orang yang berdosa besar yang bisa memutuskan
hubungannya dengan Allah SWT, seperti sebagai berikut :
1. Pemutus tali persaudaraan merenggangkan hubungan dengan Sang
Pencipta. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Silaturahim berkaitan
erat dengan Arsy dan berkata, ‘Barang siapa menyambungku, maka Allah akan
menyambungnya. Dan barang siapa memutusku, maka Allah akan memutusnya’."
(HR. Bukhari-Muslim).
2. Pemutus tali persaudaraan termasuk
perbuatan dosa besar dan siksanya disegerakan oleh Allah SWT di dunia maupun di
akhirat. Dari Abu Bakar RA dari Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa
yang lebih cepat balasannya dari Allah di dunia dan akhirat dari pada
permusuhan dan memutus tali persaudaraan."
3.
Pemutus tali persaudaraan tidak akan
masuk surga karena perbuatannya bertentangan dengan prinsip-prinsip kebajikan
dan sifat orang-orang yang berilmu. Dari Jabir RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan
keluarga." (HR. Bukhari).
4. Pemutus tali persaudaraan menjauh dari tanda-tanda keimanan. Dari
Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan Rasul-nya, maka hendaknya memuliakan tamunya. Dan barang siapa
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya menyambung tali persaudaraan."
(HR. Bukhari-Muslim).
5. Memutus tali persaudaraan menjadikan hidup seseorang terasa
sempit, tidak nyaman dan jauh dari berkah Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang ingin dilapangkan
rezekinya dan dimudahkan urusannya, maka hendaknya ia menyambung tali
persaudaraan." (HR. Bukhari-Muslim).
6. Pemutus tali persaudaraan mendapatkan laknat dari Allah SWT sebab
merupakan sifat dari orang-orang fasik. Allah SWT berfirman, "Dan
orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan
memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya disambungkan dan mengadakan
kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka
tempat kediaman yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 25).
7. Amal perbuatan mingguan orang yang memutus tali persaudaraan tidak
diterima oleh Allah SWT. Dari Abu Hurairah RA berkata, aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda, "Sesungguhnya amal perbuatan anak Adam dihadapkan kehadirat
Allah SWT pada setiap Kamis malam Jumat. Dan Allah tidak menerima amal
perbuatan orang yang memutus tali persaudaraan."
Sedemikian bahayanya tindakan memutus
hubungan tali persaudaraan sehingga dapat mengakibatkan seseorang terisolasi
dalam hubungan kemanusiaan dan ketuhanan serta menjauh dari sifat-sifat
kebajikan dan takwa. Maka setiap Muslim hendaknya menjadikan silaturahim
sebagai pembuka dan penutup kebajikan, sebagaimana contoh ideal yang telah
diteladankan oleh Rasulullah SAW dalam sikapnya terhadap keluarga, kerabat,
kaum Muslimin, umatnya. Wallahua'lam.
Semoga
tulisan ini menjadi manfaat bagi kita semua dan untuk lebih memaknai silaturrahim, amien ya rabbal ‘alamien. Wallahu
a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi
ajma’in.
(Novear Amin Ario)