Maafkan aku ibu dan saudaraku - MuraiNews | Informasi Dari Kita untuk Kita
arrow_upward
settings_brightness



Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada ibu saya yang telah berjuang melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang serta menuntun saya sehingga menjadi orang baik, dan saya juga minta maaf kepada saudara-saudara saya apabila sikap saya tidak berkenan, sehingga hubungan keluarga kita menjadi kurang harmonis hingga saat ini.
Sesungguhnya dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin tali persaudaraan ini dapat kita pererat dengan menjalin tali silatuhrahim. Betapa banyak keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ.
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil”. QS. Al-A’raf: 199.


"Ya Allah janganlah engkau hukum kami jika kami bersalah, Ya Allah kami janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang orang sebelum kami, Ya Allah kami janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak sanggup untuk memikulnya, berikanlah maaf kepada kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Al-Qur`an :al-baqoroh: 286)
Ya Allah ampunkan dosa atas sikapku terhadap orang tuaku dan saudaraku, sesungguhnya saya hanya ingin menjaga tali silahturahim dan menjaga hubungan baik dengan saudara yang berstatus mahram (rahim mahram)

HUKUM DAN BAHAYA MEMUTUSKAN SILATURAHMI SERTA SIKAP YANG BENAR TERHADAP ORANG YANG MEMUTUSKANNYA
Bismillah. Hukum memutuskan hubungan silaturahmi adalah HARAM dan termasuk DOSA BESAR. Karena pelakunya terancam dengan hukuman yang Allah segerakan di dunia, disamping ia juga terancam masuk ke dalam api Neraka di akhirat kelak.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ ) يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ
Dari Jubair bin Muth'im Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus tali silaturahmi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan diriwayatkan dari Abu Bakroh radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا - مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ - مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Artinya: "Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya di dunia ini disamping dosa yang disimpan untuknya di akhirat dari pada perbuatan Zholim (melampaui batas) dan memutuskan tali silaturahmi (dengan orang tua, saudara dan  kerabat)." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Untuk itu saya mohon kepada saudara-saudara saya agar kita dapat menjaga sikap dan janganlah menjadikan suasana yang bisa memutuskan hubungan silaturahmi antara orang tua dengan anaknya, marilah kita menyambungnya kembali silatuhrahim dengan berbuat baik kepadanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Karena yg demikian ini merupakan amal sholeh yg pahalanya besar dan sebagai tanda kesempurnaan iman.

Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadits shohih berikut ini :

Dari Abdullah bin ’Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya: ”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Al-Bukhari)
Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).

Apabila saya melakukan kesalahan dengan perkataan dan sikap saya terhadap musyawarah pembagian warisan dari bapak (14/10/2015), maka saya betul-betul minta maaf dengan setulus-tulusnya, sebenarnya niat hati ingin kami bersaudara hidup rukun dan damai tanpa ada prasangka buruk, baru kita membicarakan hal-hal penting lainnya seperti pembagian warisan dari bapak.

Saya tahu bahwa dibolehkan bagi seorang muslim yang sedang marah dengan saudaranya dengan batas waktu tidak lebih dari tiga hari, dan yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan salam. Akan tetapi saya sudah mencoba menghubungi tapi tidak ada jawaban. Saya ingin minta maaf atas sikap saya yang mungkin terlalu kasar cara penyampaiannya, dan saya ingin kita semua dapat menjali silahturahim sesama orang tua dengan anak dan saya dengan saudara saya. Mudah-mudahan keinginan saya dikabulkan oleh Allah SWT ....... Amin Amin Amin Ya Robil Alamin.    

“Tidak bertegur sapa atau memutuskan hubungan dengan sesama muslim tidak dibolehkan; karena Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda : 
لا يحل لرجل أن يهجر أخاه المسلم فوق ثلاث ، يلتقيان فيعرض هذا ويعرض هذا وخيرهما الذي يبدأ بالسلام (رواه البخاري، رقم  5727  ومسلم، رقم 2560 ) 
“Tidak halal bagi seseorang apabila ia memutuskan hubungan dengan saudaranya sesama muslim melebihi tiga hari, keduanya saling bertemu namun saling mengacuhkan satu sama lain dan yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan Salam.” (Hadits Riwayat AI  Bukhari, no. 5727  dan Muslim, no. 2560) 

Terlebih lagi saudara yang sedang diputuskan ini adalah seorang mukmin yang sangat dekat dengan anda, bisa jadi dia adalah saudara, keponakan, paman, saudara sepupu maka sesungguhnya memutuskan hubungan dengan mereka dalam hal ini sangat besar dosanya. Kecuali jika mereka ini dalam kondisi bermaksiat kepada Allah maka memutuskan mereka dikategorikan sebagai kemaslahatan sekiranya bertujuan agar dia menghentikan kemaksiatannya, dalam hal ini tidak bertegur sapa dibolehkan karena masuk dalam kategori menghilangkan kemungkaran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.”(HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560).
Islam tidak melarang umatnya untuk membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.
Ada 3 ancaman bagi orang yang memboikot sesama muslim tanpa aturan yang benar,
Pertama, Sebab Tertahannya Amal
Memboikot sesama muslim tanpa alasan yang benar, menjadi sebab Allah tidak memperkenankan amalan seseorang.
Dalam hadis tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenceritakan,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni seluruh hamba yang tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).
Kedua, ancaman neraka jika belum damai sampai mati
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari 3 hari. Siapa yang memboikot saudaranya lebih dari 3 hari, kemudian dia meninggal maka dia masuk neraka.” (HR. Abu Daud 4914, dan dishahihkan Al-Albani).
Ketiga, boikot setahun sama dengan membunuhnya
Orang yang memboikot saudaranya tanpa alasan yang benar selama setahun, dosanya seperti menumpahkan darahnya. Dari Abu Khirasy As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ
“Siapa yang memboikot saudaranya setahun, dia seperti menumpahkan darahnya.” (HR. Ahmad 17935, Abu Daud 4915, dan dishahihkan oleh Syuaib Al-Arnauth).
Adapun orang yang memutus tali persaudaraan adalah orang-orang yang berdosa besar yang bisa memutuskan hubungannya dengan Allah SWT, seperti sebagai berikut :
1. Pemutus tali persaudaraan merenggangkan hubungan dengan Sang Pencipta. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Silaturahim berkaitan erat dengan Arsy dan berkata, ‘Barang siapa menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa memutusku, maka Allah akan memutusnya’." (HR. Bukhari-Muslim).
2.  Pemutus tali persaudaraan termasuk perbuatan dosa besar dan siksanya disegerakan oleh Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Dari Abu Bakar RA dari Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih cepat balasannya dari Allah di dunia dan akhirat dari pada permusuhan dan memutus tali persaudaraan." 
3.   Pemutus tali persaudaraan tidak akan masuk surga karena perbuatannya bertentangan dengan prinsip-prinsip kebajikan dan sifat orang-orang yang berilmu. Dari Jabir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan keluarga." (HR. Bukhari). 
4.   Pemutus tali persaudaraan menjauh dari tanda-tanda keimanan. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya, maka hendaknya memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya menyambung tali persaudaraan." (HR. Bukhari-Muslim).
5.  Memutus tali persaudaraan menjadikan hidup seseorang terasa sempit, tidak nyaman dan jauh dari berkah Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dimudahkan urusannya, maka hendaknya ia menyambung tali persaudaraan." (HR. Bukhari-Muslim).
6. Pemutus tali persaudaraan mendapatkan laknat dari Allah SWT sebab merupakan sifat dari orang-orang fasik. Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya disambungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 25).
7.  Amal perbuatan mingguan orang yang memutus tali persaudaraan tidak diterima oleh Allah SWT. Dari Abu Hurairah RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal perbuatan anak Adam dihadapkan kehadirat Allah SWT pada setiap Kamis malam Jumat. Dan Allah tidak menerima amal perbuatan orang yang memutus tali persaudaraan."
Sedemikian bahayanya tindakan memutus hubungan tali persaudaraan sehingga dapat mengakibatkan seseorang terisolasi dalam hubungan kemanusiaan dan ketuhanan serta menjauh dari sifat-sifat kebajikan dan takwa. Maka setiap Muslim hendaknya menjadikan silaturahim sebagai pembuka dan penutup kebajikan, sebagaimana contoh ideal yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW dalam sikapnya terhadap keluarga, kerabat, kaum Muslimin, umatnya. Wallahua'lam.

Semoga tulisan ini menjadi manfaat bagi kita semua dan untuk lebih memaknai silaturrahim, amien ya rabbal ‘alamien. Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

(Novear Amin Ario)



Maafkan aku ibu dan saudaraku

Monday, October 19, 2015 : 3:08:00 PM



Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada ibu saya yang telah berjuang melahirkan dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang serta menuntun saya sehingga menjadi orang baik, dan saya juga minta maaf kepada saudara-saudara saya apabila sikap saya tidak berkenan, sehingga hubungan keluarga kita menjadi kurang harmonis hingga saat ini.
Sesungguhnya dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin tali persaudaraan ini dapat kita pererat dengan menjalin tali silatuhrahim. Betapa banyak keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ.
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil”. QS. Al-A’raf: 199.


"Ya Allah janganlah engkau hukum kami jika kami bersalah, Ya Allah kami janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang orang sebelum kami, Ya Allah kami janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak sanggup untuk memikulnya, berikanlah maaf kepada kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Al-Qur`an :al-baqoroh: 286)
Ya Allah ampunkan dosa atas sikapku terhadap orang tuaku dan saudaraku, sesungguhnya saya hanya ingin menjaga tali silahturahim dan menjaga hubungan baik dengan saudara yang berstatus mahram (rahim mahram)

HUKUM DAN BAHAYA MEMUTUSKAN SILATURAHMI SERTA SIKAP YANG BENAR TERHADAP ORANG YANG MEMUTUSKANNYA
Bismillah. Hukum memutuskan hubungan silaturahmi adalah HARAM dan termasuk DOSA BESAR. Karena pelakunya terancam dengan hukuman yang Allah segerakan di dunia, disamping ia juga terancam masuk ke dalam api Neraka di akhirat kelak.
Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ ) يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ
Dari Jubair bin Muth'im Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus tali silaturahmi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan diriwayatkan dari Abu Bakroh radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا - مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ - مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Artinya: "Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya di dunia ini disamping dosa yang disimpan untuknya di akhirat dari pada perbuatan Zholim (melampaui batas) dan memutuskan tali silaturahmi (dengan orang tua, saudara dan  kerabat)." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Untuk itu saya mohon kepada saudara-saudara saya agar kita dapat menjaga sikap dan janganlah menjadikan suasana yang bisa memutuskan hubungan silaturahmi antara orang tua dengan anaknya, marilah kita menyambungnya kembali silatuhrahim dengan berbuat baik kepadanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Karena yg demikian ini merupakan amal sholeh yg pahalanya besar dan sebagai tanda kesempurnaan iman.

Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadits shohih berikut ini :

Dari Abdullah bin ’Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya: ”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Al-Bukhari)
Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).

Apabila saya melakukan kesalahan dengan perkataan dan sikap saya terhadap musyawarah pembagian warisan dari bapak (14/10/2015), maka saya betul-betul minta maaf dengan setulus-tulusnya, sebenarnya niat hati ingin kami bersaudara hidup rukun dan damai tanpa ada prasangka buruk, baru kita membicarakan hal-hal penting lainnya seperti pembagian warisan dari bapak.

Saya tahu bahwa dibolehkan bagi seorang muslim yang sedang marah dengan saudaranya dengan batas waktu tidak lebih dari tiga hari, dan yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan salam. Akan tetapi saya sudah mencoba menghubungi tapi tidak ada jawaban. Saya ingin minta maaf atas sikap saya yang mungkin terlalu kasar cara penyampaiannya, dan saya ingin kita semua dapat menjali silahturahim sesama orang tua dengan anak dan saya dengan saudara saya. Mudah-mudahan keinginan saya dikabulkan oleh Allah SWT ....... Amin Amin Amin Ya Robil Alamin.    

“Tidak bertegur sapa atau memutuskan hubungan dengan sesama muslim tidak dibolehkan; karena Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda : 
لا يحل لرجل أن يهجر أخاه المسلم فوق ثلاث ، يلتقيان فيعرض هذا ويعرض هذا وخيرهما الذي يبدأ بالسلام (رواه البخاري، رقم  5727  ومسلم، رقم 2560 ) 
“Tidak halal bagi seseorang apabila ia memutuskan hubungan dengan saudaranya sesama muslim melebihi tiga hari, keduanya saling bertemu namun saling mengacuhkan satu sama lain dan yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan Salam.” (Hadits Riwayat AI  Bukhari, no. 5727  dan Muslim, no. 2560) 

Terlebih lagi saudara yang sedang diputuskan ini adalah seorang mukmin yang sangat dekat dengan anda, bisa jadi dia adalah saudara, keponakan, paman, saudara sepupu maka sesungguhnya memutuskan hubungan dengan mereka dalam hal ini sangat besar dosanya. Kecuali jika mereka ini dalam kondisi bermaksiat kepada Allah maka memutuskan mereka dikategorikan sebagai kemaslahatan sekiranya bertujuan agar dia menghentikan kemaksiatannya, dalam hal ini tidak bertegur sapa dibolehkan karena masuk dalam kategori menghilangkan kemungkaran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.”(HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560).
Islam tidak melarang umatnya untuk membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.
Ada 3 ancaman bagi orang yang memboikot sesama muslim tanpa aturan yang benar,
Pertama, Sebab Tertahannya Amal
Memboikot sesama muslim tanpa alasan yang benar, menjadi sebab Allah tidak memperkenankan amalan seseorang.
Dalam hadis tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenceritakan,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni seluruh hamba yang tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).
Kedua, ancaman neraka jika belum damai sampai mati
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari 3 hari. Siapa yang memboikot saudaranya lebih dari 3 hari, kemudian dia meninggal maka dia masuk neraka.” (HR. Abu Daud 4914, dan dishahihkan Al-Albani).
Ketiga, boikot setahun sama dengan membunuhnya
Orang yang memboikot saudaranya tanpa alasan yang benar selama setahun, dosanya seperti menumpahkan darahnya. Dari Abu Khirasy As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ
“Siapa yang memboikot saudaranya setahun, dia seperti menumpahkan darahnya.” (HR. Ahmad 17935, Abu Daud 4915, dan dishahihkan oleh Syuaib Al-Arnauth).
Adapun orang yang memutus tali persaudaraan adalah orang-orang yang berdosa besar yang bisa memutuskan hubungannya dengan Allah SWT, seperti sebagai berikut :
1. Pemutus tali persaudaraan merenggangkan hubungan dengan Sang Pencipta. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Silaturahim berkaitan erat dengan Arsy dan berkata, ‘Barang siapa menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa memutusku, maka Allah akan memutusnya’." (HR. Bukhari-Muslim).
2.  Pemutus tali persaudaraan termasuk perbuatan dosa besar dan siksanya disegerakan oleh Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Dari Abu Bakar RA dari Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih cepat balasannya dari Allah di dunia dan akhirat dari pada permusuhan dan memutus tali persaudaraan." 
3.   Pemutus tali persaudaraan tidak akan masuk surga karena perbuatannya bertentangan dengan prinsip-prinsip kebajikan dan sifat orang-orang yang berilmu. Dari Jabir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan keluarga." (HR. Bukhari). 
4.   Pemutus tali persaudaraan menjauh dari tanda-tanda keimanan. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya, maka hendaknya memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya menyambung tali persaudaraan." (HR. Bukhari-Muslim).
5.  Memutus tali persaudaraan menjadikan hidup seseorang terasa sempit, tidak nyaman dan jauh dari berkah Allah SWT. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dimudahkan urusannya, maka hendaknya ia menyambung tali persaudaraan." (HR. Bukhari-Muslim).
6. Pemutus tali persaudaraan mendapatkan laknat dari Allah SWT sebab merupakan sifat dari orang-orang fasik. Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya disambungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 25).
7.  Amal perbuatan mingguan orang yang memutus tali persaudaraan tidak diterima oleh Allah SWT. Dari Abu Hurairah RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal perbuatan anak Adam dihadapkan kehadirat Allah SWT pada setiap Kamis malam Jumat. Dan Allah tidak menerima amal perbuatan orang yang memutus tali persaudaraan."
Sedemikian bahayanya tindakan memutus hubungan tali persaudaraan sehingga dapat mengakibatkan seseorang terisolasi dalam hubungan kemanusiaan dan ketuhanan serta menjauh dari sifat-sifat kebajikan dan takwa. Maka setiap Muslim hendaknya menjadikan silaturahim sebagai pembuka dan penutup kebajikan, sebagaimana contoh ideal yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW dalam sikapnya terhadap keluarga, kerabat, kaum Muslimin, umatnya. Wallahua'lam.

Semoga tulisan ini menjadi manfaat bagi kita semua dan untuk lebih memaknai silaturrahim, amien ya rabbal ‘alamien. Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

(Novear Amin Ario)